بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللَّهُ
نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا
مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ
دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ
وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
"Allah
(Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak
dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu." ( QS. An Nuur : 35 )
ENERGI NUR ILAHI
Cahaya di atas cahaya merujuk kepada pengertian frekwensi Getaran Energi Partikel Foton yang berlapis-lapis yang oleh ilmu fisika ditangkap dan digambarkan dalam spektrum Cahaya. Dan tentu saja Spektrum Cahaya yang dijelaskan oleh ilmu fisika itu mempunyai keterbatasan, Tekhnologi mikroskop nuklir dan segala varian terbarunya nanti tetap tidak akan mampu menangkap frekwensi cahaya yang berada di alam Ruhaniyah ataupun alam Kesucian (Alam Ketuhanan).
Para ahli astronomi menemukan bahwa Cahaya bintang ternyata
bermacam-macam tergantung dari energinya: ketika Isaac Newton melewatkan
cahaya matahari melewati sebuah prisma, itulah awal ketika kita
memahami bahwa cahaya bintang terdiri atas berbagai warna yang mewakili
energi yang berbeda-beda. Kira-kira dua abad kemudian kita mengetahui
bahwa Cahaya ternyata adalah fenomena elektromagnetik, dan warna adalah
representasi dari energi yang berbeda-beda. Di luar apa yang bisa kita
lihat langsung dengan mata kita, spektrum energi cahaya ternyata sangat
bervariasi: Dari cahaya energi rendah yang memancarkan energinya dalam
panjang gelombang radio hingga energi tinggi, semisal sinar gamma.
Dalam fisika, warna-warna lazim diidentifikasikan dari panjang
gelombangnya. Merah, misalnya, memiliki panjang gelombang sekitar 625 -
740 nm1, dan biru sekitar 435 - 500 nm. Kumpulan warna-warna yang
dinyatakan dalam panjang gelombang2 (biasa disimbolkan dengan λ) ini
disebut spektrum warna. Gambar di atas memperlihatkan rentang spektrum
warna dasar yang lazim kita lihat sehari-hari.
Gambar di atas menunjukkan Spektrum cahaya berdasarkan panjang
gelombang. Warna-warna ini adalah komponen dari cahaya putih yang
disebut cahaya tampak (visible light) atau gelombang tampak. Komponen
lainnya adalah cahaya yang tak tampak (invisible light), seperti
inframerah (di sebelah kanan warna merah) dan ultraviolet (di sebelah
kiri jingga).
Dalam kerangka teori kuantum, informasi elektromagnetik ini dibawa oleh
partikel yang dinamakan photon. Benda langit seperti matahari
memancarkan photon dalam seluruh energi namun dalam jumlah yang
berbeda-beda, di mana photon dalam cahaya tampak (cahaya yang bisa
dilihat mata kita) dipancarkan dalam jumlah terbanyak.
Untuk menangkap photon dari berbagai benda langit, astronom menggunakan
berbagai alat. Mata kita tidak bisa melihat gelombang radio, pun juga
sinar gamma, tetapi kita bisa membangun alat yang bisa melihat photon
dalam energi radio maupun sinar gamma. Teleskop yang biasa kita kenal,
dinamakan teleskop optik, adalah teleskop yang digunakan untuk menangkap
cahaya tampak. Teleskop radio digunakan untuk menangkap cahaya dalam
panjang gelombang radio, dan ada juga teleskop yang digunakan untuk
mengamati benda-benda langit dalam panjang gelombang infra merah,
ultraviolet, sinar-x, hingga sinar gamma. Kesemua ini digunakan untuk
memperoleh informasi yang lebih menyeluruh dalam rangka mengetahui
hakikat benda-benda langit, karena tidak semua benda langit dapat
diamati hanya dalam satu panjang gelombang. Sebagai contoh adalah
pengamatan bintang-bintang muda. Bintang-bintang muda dilingkupi oleh
awan gas yang tidak tembus cahaya tampak, namun sinar inframerah dapat
menembus awan gas tersebut, oleh karena itu kita dapat mengamati proses
pembentukan bintang dengan menangkap photon inframerah yang dipancarkan
bintang-bintang muda tersebut.
Nah, dengan mengacu pada logika spektrum cahaya. Maka Cahaya Allah yang
meliputi langit dan bumi inipun berlapis-lapis. Meliputi Dimensi Alam
Esoterik (Alam Gaib) hingga Alam Eksoterik (Alam materi). Dan peralatan
yang dapat di gunakan untuk menangkap Cahaya Ilahi inipun sudah di
tiupkan oleh Allah swt ke dalam tubuh kita, Dialah Ruh Al-Quds yang
merupakan kesadaran Ruh Ilahi kita. Namun secara alamiah, Ruh Al-Quds
ini adalah terhijab dari kesadaran jiwa kita akibat kekotoran dari hati
& jiwa kita. Beruntunglah Allah swt memberikan solusi kepada manusia
agar terbuka Kesadaran Ruh Ilahinya ini dengan menurunkan Cahaya Wasilah (Frekwensi "M")
yang merupakan “jembatan” atau transmitter antara kesadaran manusia di
alam jasad dengan Kesadaran Ruh Ilahinya. melalui utusan Allah swt yaitu
Rasulullah Muhammad SAW.
Cahaya Ilahi dapat menerobos hijab dan menerangi lapisan tubuh energi
manusia hingga lapis yang terbawah yaitu tubuh fisik. Dan itu secara
otomatis memberikan kemampuan pada manusia untuk memaksimalkan potensi 7
lapis tubuh energinya.
Cahaya Wasilah ini bila dalam ilmu biologi dan kimia dapat di sebut sebagai katalisator
yang berfungsi untuk mereaksikan dua unsur atau senyawa kimia yang
berbeda struktur molekulnya dalam tabung reaksi agar dapat terlarut
dengan homogen.
Sekarang kita tahu bahwa cahaya, atau radiated energy 'berjalan' seperti
gelombang dengan frekwensi tertentu. Begitu pula sekarang kita tahu
bahwa setiap benda, termasuk manusia, sebenarnya adalah energi (hanya
saja kurang 'liquid' dibandingkan dengan cahaya) yang juga bergetar.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara sebuah sumber
enersi yang bergetar bisa berhubungan dengan energi benda yang juga
bergetar?
Untuk dapat menerima cahaya, atau tepatnya, pembiasan aliran enersi dari
suatu sumber cahaya/energi, setiap benda harus dapat beresonansi,
yaitu bergetar pada frekwensi yang sama, dengan cahaya yang dipancarkan
si sumber cahaya.
Contohnya:
pertama, lampu sodium kita lihat berwarna kuning karena atom
sodium beresonan dengan atom pada retina mata kita yang diartikan oleh
otak kita sebagai kuning. Begitu juga dengan lampu mercury yang berwarna
biru. Manusia yang kebetulan melihat lampu sodium atau lampu mercury
ini menerima pembiasan enersi sebesar kurang lebih 23 electron volt
karena, cahaya-cahaya lampu ini termasuk visible light range yang
mengandung enersi 2.5 electron volt.
kedua, hampir setiap benda dapat beresonansi dengan cahaya infra
merah (berasal benda panas/hot objects, termasuk matahari, api, dll.,
yang berfrekwensi: 1011 sampai 1014 hz). Karena itu hampir setiap benda
dapat menerima panas. Kertas yang kita taruh di sinar matahari atau
dekat api akan terasa panas, artinya kertas tersebut mendapat biasan
energi dari matahari atau api. Akan tetapi, kalau kita masukkan kertas
yang sama ke dalam microwave (gelombang microwave, berasal dari electron
yang aktip pada konduktor yang frekwensinya 10 sampai 1011 hz, jadi
lebih rendah dan frekwensi cahaya infra merah) kertas itu tidak akan
menjadi panas (baca: tidak menerima imbasan energi).
Hal ini disebabkan kertas tersebut (atomic structure-nya) dapat
beresonansi dengan cahaya infra merah tetapi tidak dapat beresonansi
dengan cahaya microwave.
Sekarang terjawablah pertanyaan kita di atas, yaitu suatu sumber
cahaya/enegsi yang bergetar dapat berhubungan dengan benda yang juga
bergetar apabila si benda dapat bergetar pada frekwensi yang sama dengan
cahaya yang datangnya dari sumber cahaya/energi itu, sehingga keduanya
beresonansi. Lebih dari itu kita juga tahu bahwa kalau suatu sumber
cahaya berhubungan (baca: beresonansi) dengan suatu benda, hubungan
menyebabkan terjadinya pengimbasan energi dari si sumber cahaya kepada
si benda.
Telah jelas pada kita sekarang, bagaimana prosesnya sebuah sumber cahaya
yang bergetar pada frekwensi tertentu dapat berhubungan dengan benda
yang juga bergetar pada frekwensi yang sama. Akan tetapi, tujuan kita
pada tulisan ini adalah untuk mendapat pengertian bagaimana caranya
sebuah sumber cahaya yang bergetar pada frekwensi yang lebih tinggi
dapat berhubungan dengan benda, termasuk manusia, yang bergetar pada
frekwensi yang lebih rendah. Atau, dengan kata lain, yang ingin kita
pelajari adalah bagaimana ilmu fisika menjelaskan judul tulisan kita : "Allah memimpin kepada cahayaNya siapa yang Ia kehendaki."
Sebelum kita melangkah lebih lanjut perlu kita perjelas beberapa hal:
Pertama-tama, perlu kita sadari bahwa yang kita coba teliti di
sini adalah perumpamaan. Ini kita laksanakan karena memang banyak
sekali perintah Allah dalam Al-Qur'an agar kita menyimak perumpamaan -
perumpamaan yang dibuat-Nya di alam ini untuk dapat lebih mendekatkan
diri padaNya. Mulai dari perumpamaan sarang laba-laba, lalat, unta, dan
banyak lagi yang lain, termasuk mengenai cahaya seperti pada Surat An-
Nur di atas.
Yang kedua, tidaklah dapat kita mengukur 'frekwensi' Allah,
karena sesuatu yang kita bisa ukur berarti bisa didefinisikan. Sesuatu
yang. dapat didefinisikan berarti definit (terbatas), karena itu, yang
dapat kita ukur pasti bukan Allah yang tiada suatupun menyerupaiNYA
(Al-Ikhlas:4). Yang kita tahu Allah adalah An-Nur/Maha Sumber Cahaya,
Al-Qawiy/Maha Kuat, Al-Kohar/Maha Mengalahkan dan Al-Hasya/Maha
Sempurna. Kata 'maha', kalau kita teliti betul, bukanlah berarti
'tinggi', atau 'sangat tinggi' seperti misalnya pada perkataan
'maha'-siswa. Kalau kita teliti dari matematika, perkataan maha berarti
'uncountable, beyond.
Yang ketiga, dalam setiap pekerjaan, seperti yang dinyatakan
Allah dalam Surat An-Nur ayat 37 diatas, haruslah kita mendasarinya
dari (petunjuk) Allah (petunjuk Allah, yang dalam bahasa Arab disebut
'diin', sering secara sempit kita artikan melulu sebagai syari'at,
aturan dari apa-apa yang terasa oleh indera kasar kita dalam
beragama').
Pada ilmu fisika ada dua syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu benda
dapat beresonansi dengan sumber cahaya yang frekwensinya lebih tinggi
dari frekwensi benda itu. Masing-masing syarat ini mutlak dipenuhi, dan
syarat yang satu melengkapi syarat yang lain. Dalam jargon matematik
kedua syarat ini disebut "sufficient condition" akan tetapi masing-masing syarat disebut sebagai "necessary but not sufficient condition":
- Pada benda itu tidak terdapat internal friction yang menghalangi gerak natural dari gelombang atomnya.
- Adanya apa yang disebut dalam jargon fisika sebagai Harmonics, yaitu adanya frekwensi-frekwensi lain yang frekwensinya adalah merupakan kelipatan dari natural frekwensi dari si benda tadi.
Contoh dari syarat pertama, misalnya, seperti kita waktu kecil
bermain ayun-ayunan. Pertama kali kita bermain ayunan, segera kita alami
satu pelajaran bahwa kalau kita mau ayunannya tetap berayun pada
ketinggian yang sama haruslah kita bergerak seirama dengan gerak ayunan
tersebut. Kita tunggu sampai di penghujung lambungan ayunan, baru kita
ayunkan badan kita ke muka atau ke belakang untuk tetap mempertahankan
ketinggian lambungan. Kalau kita ayunkan badan kita sebelum ayunan
sampai di ujung lambungannya terjadilah benturan dorongan (internal
friction) yang menyebabkan lambatnya gerak ayunan tersebut. Contoh lain,
lumpur jauh lebih lambat menyerap panas (beresonansi dengan sumber
cahaya infra merah) dan tidak dapat menjadi merah membara kalau
dibandingkan dengan besi, misalnya. Ini terjadi karena banyak sekali
internal friction (pada atomic structure) lumpur dibanding dengan besi.
Contoh dari syarat kedua, misalnya, kita dapati dari alasan
mengapa dilarangnya barisan tentara berjalan dengan derap serempak
sewaktu melewati jembatan. Frekwensi dari energi yang terbit dari
langkah serempak barisan tentara kalau kebetulan harmonis (kelipatan)
dengan frekwensi jembatan akan dapat menyebabkan robohnya jembatan itu.
Hal ini dikarenakan bertambah tingginya frekwensi bergetarnya jembatan
tersebut, sedangkan bahan dari mana jembatan itu dibuat tidaklah
dirancang untuk dapat menerima frekwensi setinggi itu.
Sekarang, bagaimanakah kita bisa pergunakan analogi dari kedua persyaratan ini untuk dapat 'beresonansi' dengan Allah SWT, Sumber Cahaya Yang Maha Kuat Maha Sempurna, yang Frekwensi-Nya Infinity?
Di atas kita sebutkan bahwa persyaratan pertama untuk dapat lebih
mempertinggi frekwensi benda, termasuk manusia, adalah dengan meniadakan
internal friction yang menghalangi getaran natural dari atomic
structure dari benda itu. Dari ilmu fisika, diatas kita ambil contoh
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bermain ayunan.
Di alam rohaninya, menurut Allah, natural frekwensi manusia adalah frekwensi 'yang menghamba/mematuhi' frekwensi Allah:
Dan tiada kujadikan jin 'dan manusia melainkan untuk menghamba kepadaKu", (Adz-Dzariyat (51): 56).
Untuk menghemat tempat, selanjutnya marilah kita sebut frekwensi ini sebagai frekwensi 'm' (manusia).
Seperti halnya contoh bermain ayunan di atas, ada hal-hal yang harus
kita lakukan untuk tetap menjaga natural frekwensi ayunan itu, yaitu
dengan mengayunkan badan kita ke belakang atau ke depan. Demikian pula,
ada hal-hal yang harus kita lakukan untuk 'menjaga' natural frekwensi 'm', yang jelas dinyatakan Allah pada Surat An-Nur di atas, pada ayat 36 dan 37, yang intinya frekwensi itu adalah hidup "Lillah".
Pemeliharaan natural frekwensi 'm' dalam pengertian ilmu fisika
ini adalah identik dengan apa yang kita kenal dalam istilah agama
sebagai Menegakkan Kalimah Tauhid," Laa Ilaaha Illallaah", yang menjadi
sebagian dari Rukun Islam Pertama, yaitu Dua Kalimah Syahadat. Tanpa
hidup "Lillah" dengan jelas, baik Al-Qur'an maupun ilmu fisika
menyatakan tertutupnya pintu untuk dapat berhubungan (baca:
beresonansi) dengan Allah. Karena, seperti kita jelaskan di atas,
setiap benda bergetar dan beresonansi dengan cahaya yang frekwensinya
sama.
Kalau kita tidak bergetar pada frekwensi 'm', tertutuplah
kemungkinan untuk dapat beresonansi dengan sumber cahaya. yang
frekwensinya lebih tinggi. Yang beresonansi dengan kita adalah sumber
cahaya, atau sumber enersi, yang frekwensinya sama dengan kita, yaitu
sumber energi selain Allah, baik itu namanya pangkat, keluarga, harta,
bahkan surga sekalipun. Keadaan ini dinyatakan Allah sebagai Syirik,
yang istilah agamanya diartikan sebagai "dosa yang tidak diampuni Allah"
(An-Nisaa'(4): 48, 116), dan dalam ilmu fisikanya diartikan sebagai
"tidak mendapat imbasan energi dari Sumber Energi yang frekwensinya
Infinity."
Syarat yang kedua adalah harmonics yaitu adanya frekwensi lain yang menjadi kelipatan dari frekwensi 'm' ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, di atas, kita ambil contoh bagaimana
energi dari derap langkah barisan tentara yang bergetar pada frekwensi
tertentu, kalau kebetulan harmonis dengan frekwensi si jembatan, dapat
mempertinggi natural frekwensi si jembatan.
Menurut Allah, frekwensi yang harmonis dengan frekwensi 'm' adalah:
Katakanlah, (ya Muhammad)! Jika kamu
kasih kepada Allah, maka hendaklah ikut saya, pastilah Allah mengasihi
kamu dan mengampuni dosamu. Allah Pengampun dan Penyayang". (Ali Imran
(3): 31)
Dalam terjemahan fisikanya, 'mereka yang kasih kepada Allah' adalah frekwensi 'm', sedangkan 'Muhammad' adalah kelipatan dari frekwensi 'm'. Ini bisa terjadi karena kalau Muhammad itu bukan kelipatan frekwensi 'm' mustahil Muhammad bisa diikuti (baca: beresonansi dengan) frekwensi 'm' seperti diperintahkan Allah Yang Maha Tahu pada FirmanNya di atas.
Apakah sebenarnya yang menyebabkan 'Muhammad' berfrekwensi kelipatan frekwensi 'm' (untuk menghemat tempat selanjutnya akan kita sebut 'Muhammad'=frekwensi 'M')? Karena Allah mengatakan:
Tiada kami mengutus engkau (ya Muhammad), melainkan menjadi rahmat bagi sekalian alam ". (Al-Anbiyaa (21): 107)
Dalam terjemahan fisikanya, seperti kita sebutkan di atas, kalau terjadi
hubungan (baca: resonansi) antara satu frekwensi dengan frekwensi
lain, pada saat yang sama juga terjadi imbasan energi. Kalau Allah
mengatakan pada FirmanNya di atas, bahwa "diutusNya Muhammad untuk menjadi 'Rahmat'", terjemahan fisikanya adalah "telah terjadi imbasan enersi dari Frekwensi Infinity ke frekwensi 'M". Adakah buktinya imbasan enersi dari Frekwensi Infinity ke frekwensi 'M' dan frekwensi 'm'
pernah terjadi?. Allah menerangkan siapa sebenarnya yang berperang
pada Perang Badar yang dimenangkan oleh Kaum Muslimin walaupun
jumlahnya sangat sedikit dibandingkan jumlah musuh mereka:
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu
yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan
bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang
melempar... "(Al-Anfaal (8): 17).